Sabtu, 22 Oktober 2011

R-08 si anak perantauan

Merantau ke suatu daerah jauh ataupun dekat itu sama saja selagi kita keluar dari rumah dan mencoba hidup di daerah yang baru dalam kurun wktu yang sangat lama. Ada yang sukses ada juga yang kurang beruntung. yang paling penting keep positive thinking saja karena masalah rejeki itu sudah ada yang ngatur. Tapi bukan berarti kita pasrah dengan keadaan, memang rejeki sudah ada yang mengatur tapi kita diwajibkan untuk mencari dan menggalinyawalaupun sampai ke negri china sekalipun, ada pepatah yang mengatakan "kejarlah ilmu sampai ke negeri china" eittzzz... salah yang benar tuntutlah ilmu sampai ke negeri china, hmmmm.3x tapi pepatah itu juga bermakna luas kok, tidak hanya melulu karena ilmu tapi juga tezeki, cita-cita dan cinta.
  Dalam kesempatan ini saya mau berbagi nih tentang pengalaman ketika merantau saat ini saya masih dalam perantauan. Mearantau itu pilihan sih menurut saya pribadi. sebuah pilihan yang terpaksa harus saya jalani karena kondisi di tempat asal saya yang tidak memungkinkan lagi untuk mendapatkan sesuatu yang saya cita-citakan.
  Sejatinya kita dituntut untuk mengembangkan dareah kita masing-masing. Tapi karena keterbatasan modal dan kemampuan membuat seseorang itu pergi meninggalkan kampung halamnnya dengan harapan agar mendapatkan sesuatu yang dicita-citakan.
  Lika-liku kehidupan sudah pernah saa rasakan, susah senang, tidak punya uang, sakit ya sendirian, pokoknya seba mandiri deh, beda banget sama dirumah, masih bisa manja-manja sama ortu.
hidup diperantauan memang butuh mental yang kuat, tahan banting dan nyali yang besar dalam mengarungi kehidupan yang lebih keras apa lagi hidup dikota besar seperti jakarta. Jakarta masih menjadi maskotnya para perantau karena perputaran uang terbesar negara ini berpusat di ibu kota. Kerasnya kehidupan di ibu kota menjadikan kita bermental baja. Dan mengerti arti sebuath perjuangan. Tapi disisi lain budaya dan orientasi kita lebih bersifat individualis, egois dan hegemoni semata. Rasa kemusyawaratan makin pudar karena semua orang hanya sibuk dengan dirinya masing-masing. Inilah realita yang pernah saya alami dijakarta. Hisup di kota besar memang tidak ada yang gratis, jadi harus pintar-pintar mengatur keuangan agar bisa bertahan. Apalagi dengan banyaknya penduduk dikota besar membuat ruang semakin sempit. Jalanan macet dan lebih para lagi bencana banjir yang sering terjadi di jakarta. Tingkat kriminalitas tinggi perampokan pencurian, dan penipuan sering terjadi diibu kota ini. Semua tindak kriminalitas tersebut dilatarbelakangi karena faktor ekonomi. Kejahatan ini banyak dilakukan oleh masyarakat kelas menengah kebawah karena keinginan untuk mengikuti gaya hidup yang serba mewah dan mahal menimbulkan niat untuk mencari jalan pintas. Dan juga karena pergaulan yang bisa mempengaruhi ke arah hal-hal yang tidak baik. Belum lagi tindak kriminal yang lain seperti perkosaan dan tindak asusila yang lain.
Makanya kalau kita sudah mantab untuk mengadu nasib dikota besar hendaknya kita mempersiapkan matang-matang sebelum kita berangkat ke tujuan. Ketersediaan lapangan kerja, kepastian pekerjaan dan ada relasiyang bisa dipercaya. Dan yang paling pentingadalah iman yang kuat agar tida terjebak ke dalam hal-hal yang negatif. Harus yakin bahwa Allah itu tidak akan membiarkan hambanya menderita kecuali hamba itu malas berusaha. Keep spirit and always be sure that you can do it.

Salam R-08.